Menu

Wednesday, November 16, 2016

Macam-macam Puasa (Puasa Ramadhan)



MACAM-MACAM PUASA
(PUASA RAMADHAN)

A.    Pengertian Puasa Ramadhan dan Dalilnya
Puasa Ramadhan adalah puasa yang diwajibkan terhadap setiap muslim selama sebulan penuh pada bulan Ramadhan. Puasa pada bulan Ramadhan termasuk salah satu puasa wajib yang harus dilakukan oleh segenap kaum muslimin. Bulan Ramadhan adalah bulan kesembilan dalam bulan Islam. Bulan ini merupakan bulan penuh berkah, penuh dengan ampunan Allah Swt., dan rahmat-Nya. Didalamnya terdapat malam yang lebih mulia dari seribu bulan, yaitu malam lailatul qadar. Begitu pula al-Qur’an diturunkan pertama kali disalah satu malam pada bulan Ramadhan.
Perintah untuk melaksanakan puasa Ramadhan didasarkan pada Al-Qur’an dan Hadis. Dalil yang menyatakan kewajiban puasa Ramadhan terdapat dalam Al-Qur’an ditegaskan dalam surat Q.S. Al-Baqarah: 183
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”(QS. Al-Baqarah: 183)
Rukun puasa Ramadhan, yaitu:
a.   Niat, yaitu menyengaja puasa Ramadhan, setelah terbenam matahari hingga sebelum fajar shadiq. Artinya pada malam harinya, dalam hati telah tergerak (berniat), bahwa besok harinya akan mengerjakan puasa wajib Ramadhan.sebagaimana hadis Nabi Saw.,:
نَوَيْتُ صَوْمَ شَهْرِ رَمَضَانَ كِلِّهِ لِلَّهِ تَعَالَى
Artinya: "Aku niat berpuasa selama satu bulan penuh di bulan Ramadhan tahun ini karena Allah Taala."
Niat puasa Ramadhan harian (dibaca setiap hari):
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ االشَّهْرِ رَمَضَانَ هَذِهِ السَّنَةِ لِلَّهِ تَعَالَى
Artinya: "Aku niat berpuasa esok hari untuk menunaikan kewajiban puasa pada bulan Ramadhan tahun ini karena Allah Taala".
b.     Meninggalkan segala yang membatalkan puasa mulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari.
B.    Cara Menentukan Awal dan Akhir Ramadhan dan Dalilnya
Untuk menentukan awal dan akhir Ramadhan dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu sebagai berikut:
1.     Dengan melihat bulan (Ru’yatul Hilal)
Ru’yatul Hilal, yaitu dengan cara memperhatikan terbitnya bulan di hari ke-29 bulan Sya’ban. Pada sore hari saat matahari terbenam di ufuk barat. Apabila saat itu nampak bulan sabit meski sangat kecil dan hanya dalam waktu yang singkat maka ditetapkan bahwa mulai malam itu umat Islam sudah memasuki tanggal 1 bulan Ramadhan. Maka ditetapkan untuk melakukan ibadah puasa Ramadhan seperti shalat tarawih, makan sahur dan mulai berpuasa. Perintah Allah untuk berpuasa setelah melihat bulan tsabit:
فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ
Artinya: “Karena itu barangsiapa di antara kamu melihat bulan itu, maka hendaklah berpuasa pada bulan itu.”
Selanjutnya dari Ibnu Umar ra, Nabi Saw., bersabda:
تَرَاءَى النَّاسُ الْهِلَالَ فَأَخْبَرْتُ رَسُوْلَاللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنِّىْ رَأَيْتُهُ فَصَامَهُ وَأَمَرَالنَّاسَ بِصِيَامِهِ
Artinya: “Orang-orang mengintai hilal bersama makasaya sampaikan kepada Rasulullah Saw., saya telah melihatnya. Kemudian Nabi berpuasa dan menyuruh orang-orang untuk berpuasa.” (HR. Abu Daud, Hakim, dan Ibnu Hibban)
2.     Dengan cara Istikmal
Maksudnya menyempurnakan bilangan bulan Sya’ban atau bulan Ramadhan menjadi 30 hari. Hal ini dilakukan bila ru’yatul hilal tidak tampak atau kurang jelas karena tertutup awan atau ada sebab lain. Allah Swt., berfirman:
وَلِتُكْمِلُوْا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللهَ
            Artinya: “Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah.” (QS. Al-Baqarah ayat 185)
Hadis Nabi Muhammad Saw., bersabda:
صُوْمُوْا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوْا لِرُؤْيَتِهِ . فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاَكْمِلُوْا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلَا ثِيْنَ يَوْمًا
Artinya: “Berpuasa kamu jika melihatnya (1 Ramadhan) dan berbukalah kamu jika melihatnya (1Syawal). Dan jika terhalang oleh awan maka cukuplah bilangan bulan Sya’ban itu 30 hari (istikmal).” (HR. Bukhari dan Muslim)

3.     Dengan cara Hisab (perhitungan)
Hisab, yaitu memperhitungkan peredaran bulan dibandingkan dengan perbedaan matahari. Karena peredaran bulan dan matahari bersifat tetap maka dapat diperhitungkan. Firman Allah Swt.:
هٌوَالَّذِىْ جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاءً وَالْقَمَرَ نُوْرًا وَقَدَّرَهُ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوْا عَدَدَ السِّنِيْنَ وَالْحِسَابَ مَا خَلَقَ اللهُ ذَلِكَ إِلاَّ بِالْحَقِّ يُفَصِّلُ الْاَيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُوْنَ
Artinya: “Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.” (QS. Yunus: 5)
C.    Hal-Hal yang Membolehkan Tidak Berpuasa dan Dalilnya
Berdasarkan keterangan Al-Qur’an dan Hadis, ada beberapa orang yang dibolehkan berbuka puasa pada bulan Ramadhan. Mereka itu mendapat kemudahan (rukhshah) dari Allah Swt., hal ini ada sebab-sebab tertentu dalam dirinya. Diantara mereka itu adalah sebagai berikut:
1.     Orang sedang sakit yang jika dipaksakan berpuasa, sakitnya akan bertambah parah maka mereka boleh berbuka. Tetapi jika setelah bulan Ramadhan penyakitnya sembuh maka mengqadha puasanya yang telah ia tinggalkan.
2.     Orang yang bepergian jauh (musafir) yang diperkirakan akan kelelahan dan membawa madharat terhadapnya, maka mereka boleh berbuka tetapi harus mengqadhanya setelah bulan Ramadhan. Untuk kedua orang itu dalilnya adalah firman Allah Swt.:
وَمَنْ كَا نَ مَرِيْضًا اَوْعَلَى سَفَرٍ فَدَّةٌ مِنْ اَيَّامٍ اُخَرَ ط يُرِيْدُ اللهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيْدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
Artinya: “Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (dia tidak berpuasa) maka wajib menggantinya sebanyak hari yang ditinggalkannya itu pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” (QS. Al-Baqarah: 185)
3.     Orang yang sudah tua atau karena usianya sudah lanjut, tidak mampu berpuasa. Jika dipaksakan berpuasa akan terjadi kemadharatan baginya. Mereka boleh tidak berpuasa, tetapi harus membayar fidyah. Fidyah adalah memberi makan fakir miskin setiap hari selama bulan Ramadhan. Dalilnya firman Allah Swt.:
وَعَلَى الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْ نَهُ فِدْيَةٌ
Artinya: “Dan bagi orang-orang yang berat menjalankannya, maka wajib membayar fidyah.” (QS. Al-Baqrah: 184)
4.     Orang hamil dan sedang menyusui anaknya. Mereka itu dibolehkan berbuka puasa jika mengkhawatirkan kesehatan dirinya dan bayinya. Namun, bagi mereka diwajibkan mengqadha puasa yang ditinggalkannya. Dalilnya sabda Rasulullah Saw.:
إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ وَضَعَ عَنِ الْمُسَا فِرِ الصَّوْمَ وَشَطْرَ الصَّلَاةِ وَعَنِ الْحُبْلَى وَالْمُرْضِعِ الصَّوْمَ (رواه الخمسة)
Artinya: “Sesungguhnya Allah Swt., telah melepaskan kewajiban dari seorang musafir berpuasa dan sebagian salat, dan kepada perempuan yang sedang hamil dan sedang menyusui Allah telah melepaskan kewajiban puasa atas keduanya.” (HR. Lima Ahli Hadist)
D.    Amalan Sunnah pada Bulan Ramadhan
Pada bulan Ramadhan ada amalan-amalan sunnah yang baik kita lakukan, antara lain:
a.      Menyegerakan berbuka puasa jika waktu berbuka puasa telah tiba
b.     Berbukalah dengan makanan atau minuman yang manis terlebih dahulu
c.      Membaca do’a sebelum berbuka, yaitu:
اَللهَمَّ لَكَ صُمْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ ذَهَبَ الظَّمَاءُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوْقُ وَثَبَتِ الْأَجْرُ إِنْ شَاءَاللهُ
Artinya: “Ya Allah karena Engkau aku berpuasa dan dengan rezeki pemberian Engkau aku berbuka, dahaga telah hilang dan urat-urat telah basah, dan mudah-mudahan ganjarannya ditetapkan.”
d.     Mengakhirkan makan sahur (menjelang matahari terbit)
e.      Jika ada kelebihan rezeki sedekahkan kepada orang yang sedang berpuasa atau mengajak mereka untuk berbuka bersama
f.      Perbanyak membaca Al-Qur’an (tadarus)
g.     Laksanakan shalat malam (tarawih)
h.     Sempatkan beri’khtikaf di masjid untuk beribadah
E.    Hal-Hal Yang Dilarang pada Bulan Ramadhan dan Dalilnya
Selama menjalankan ibadah puasa Ramadhan ada beberapa larangan yang harus diperhatikan. Apabila larangan tersebut dilanggar maka batallah puasa yang dikerjakannya. Salah satu larangan tersebut adalah suami istri yang bersetubuhan pada siang hari dibulan Ramadhan.
Bagi suami istri yang bersetubuh pada siang hari di bulan Ramadhan sama saja artinya membatalkan puasa dengan ijma (bersetubuh). Allah Swt., melarang ummat Islam yang sudah berumah tangga melakukan hubungan suami istri (bersetubuh) pada siang hari di bulan Ramadhan, dan sebaliknya membolehkan melakukan hal tersebut pada malam hari.
Allah Swt., berfirman dalam QS. Al-Baqarah ayat 187
اُحِلَّ لكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ اِلَى نِسَآ ئِكُمْ ...
Artinya: “Dihalalkan bagimu pada malam hari puasa bercampur dengan istrinya...” (QS.Al-Baqarah:187)
F.     Kafarat bagi Orang Melanggar Larangan puasa Ramadhan dan Dalilnya
Allah Swt., hanya melarang umatnya bersetubuh siang hari pada bulan Ramadhan sedangkan pada malam hari diperbolehkan. Jadi, barang siapa melakukan persetubuhan dengan istrinya pada siang hari maka ia wajib membayar kafarat atau denda. Kafarat bagi orang yang melakukan pelanggaran ini ada tiga tingkatkan, yaitu:
a)     Membebaskan budak belian
b)     Apabila tidak mampu membebaskan hamba sahaya, harus berpuasa dua bulan berturut-turut.
c)     Apabila berpuasa selama dua bulan juga tidak kuat, harus memberikan shadaqah kepada fakir miskin dengan makanan pokok yang mengenyangkan. Jumlah fakir miskin yang harus disedekahi 60 orang dan masing-masing ¾ liter perhari.
Dasar hukumnya adalah hadis Nabi Saw., bahwa seorang pria telah datang kepada Rasulullah Saw., sembari berkata, “Celaka saya, ya Rasulullah.” Nabi Saww., bertanya: “Apakah yang mencelakakanmu?” Pria itu menjawab, “Aku telah bersenggama dengan istriku pada siang hari Ramadhan.” Rasulullah Saw., bertanya: “Sanggupkah engkau memerdekakan budak?” Pria itu menjawab, “Tidak.” Rasulullah Saw., bertanya: “Sanggupkah engkau berpuasa dua bulan berturut-turut?” Pria itu menjawab, “Tidak.” Rasulullah bertanya pula: “Adakah engkau mempunyai makanan untuk memberi makan enam puluh orang miskin?” Pria itu menjawab, “Tidak.” Kemudian pria itu duduk. Tiba-tiba seseorang memberikan sebakul besar kurma kepada Rasulullah Saw., Rasulullah Saw., berkata: “Sedekahkanlah kurma ini !” Pria itu bertanya, “Kepada siapakah saya berikan kurma ini?” Rasulullah Saw., menjawab: “Kepada orang yang lebih miskin dari kita.” Pria itu berkata pula, “Tidak ada penduduk kampung ini yang lebih membutuhkan makanan selain dari kami seisi rumah.” Rasulullah Saw., tertawa hingga terlihat gigi taringnya dan bersabda: Pulanglah, berikanlah kurma itu kepada keluargamu.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).

No comments:

Post a Comment